BAB II
ISI
dalam menghadapi pernikahan bukan suatu yg mudah bagi kedua calon pasangan karena akan banyak rintangan dan kendala yang akan dihadapi berdua. dalam tahap persiapan pernikahan berarti ada pembinaan hubungan sosial yang romantis dan harmonis yang akan dijalani oleh dua orang yang berlainan jenis. banyak diantara pasangan yang dibelakang hari baru menyadari bahwa pasangannya hanya sebagai pasangan yang tepat untuk menjadi teman bicara, tetapi bukan teman hidupnya.
dua orang ke dalam satu ikatan yang tak terpisahkan. suatu perkawinan menjadi kuat ketika dilandasi cinta. perkawinan harus memiliki passionate love dan companiate love. cinta yang pertama berisikan reaksi emosional kepada pasangan yang enuh gelora dan gaira. adapun cinta yang ke-2 berisikan kasih sayang yang dirasakan pasangan kepada orang yang dicintainya. cinta yg pertama melibatkan emosi, sedangkan cinta ke-2 melibatkan rasa percaya, sayang, dan toleransi pada segala kekurangan pasangan :)
pada masa pacaran dan awal perkawinan, biasanya cinta lebih didominasi passionate love yang menggebu-gebu dan diwarnai sikap posesif terhadap pasangan. adapun companiate love berkembang secara perlahan-lahan dan berubah menjadi perkawinan yang bahagia saat masing2 pasangan telah merasa bahwa pasangan merupakan teman yang sangat dibutuhkan dalam segala situasi dan keberadaannya, baik secara fisik maupun psikologis.
oleh karena itu, cinta yang dimaksudkan dalam perkawinan ialah cinta yang mengandung hubungan interpesonal yang intim (perasaan dekat, enak, nyaman dan hangat), jujur, passion (gairah, romantis, rasa ketertarikan secara fisik dan seksual), dan commitment (komitmen).
Perkawinan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia yang
berlawanan jenis dalam suatu ikatan suci dan mulia di bawah lindungan hukum dan
Tuhan Yang Maha Esa.Perkawinan sepasang mempelai yang dipertemukan secara
formal di hadapan penghulu/kepala agama, para saksi dan sejumlah hadirin yang
disahkan secara resmi sebagai suami isteri dengan upacara ritual
tertentu.
Pengertian
Perkawinan Menurut UU no 1 Tahun 1974 adalah :
1.
Ikatan Lahir
batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) Yang bahagia
dan kekal berdasarkan Tuhan YME.
2.
Suatu
peristiwa sepasang mempelai atau sepasang calon suami istri yang di pertemukan
secara formal dihadapan penghulu/kepala agama tertentu ,dihadiri oleh para
saksi dn sejumlah hadirin untuk di syahkan secara resmi sebagai suami istri
dengan upacara dan ritus-ritus tertentu.
secara ilmu psikologis perkawinan merupakan panggilan dan kebutuhan psikologi karena didalamnya terkandung cinta sekaligus tanggung jawab yang terikat dalam hukum agama, negara dan sosial yang membentuk hubungan kekerabatan dalam pranata budayanya. jadi, dalam perkawinan ada unsur legalitas penyatuan antara laki-laki dan perempuan. dengan demikian, perkawinana merupakan penyatuan antara dua mitra yang memiliki obligasi berdasarkan pada kesamaan minat pribadi dan kegairahan yah guys ;)
secara ilmu psikologis perkawinan merupakan panggilan dan kebutuhan psikologi karena didalamnya terkandung cinta sekaligus tanggung jawab yang terikat dalam hukum agama, negara dan sosial yang membentuk hubungan kekerabatan dalam pranata budayanya. jadi, dalam perkawinan ada unsur legalitas penyatuan antara laki-laki dan perempuan. dengan demikian, perkawinana merupakan penyatuan antara dua mitra yang memiliki obligasi berdasarkan pada kesamaan minat pribadi dan kegairahan yah guys ;)
2.2.
Tipe-tipe perkawinan
2.2.1.
Perkawinn
Periodik / Term Periodik
Term marriage
atau perkawinan periodik yaitu dengan merencanakan suatu kontrak dengan alasan
perkawinan harus dicoba terlebih dahulu beberapa bulan dan jika tidak cocok
dapat segera berpisah. Kontrak tahap 1 yaitu 3-5 tahun, kontrak tahap 2 adalah
10 tahun, dan sampai pada kontrak tahap 3 yaitu saling memiliki.
2.2.2. Trial Marriage
Trial marriage atau kawin percobaan dengan ide melandaskan
argumentasinya. Bahwa dua orang akan saling melibatkan diri dalam suatu relasi
yang sangat intim dan mencobanya terlebih dahulu selama satu periode tertentu.
Jika dalam periode tersebut kedua belah pihak bisa saling bersesuaian barulah
dilakukan ikatan perkawinan yang permanen.
2.2.3.
Poligami
Poligami
merupakan suatu perkawinan dimana seorang suami mempunyai lebih dari satu
isteri, ada banyak alasan pria menjalankan bentuk perkawinan ini, antara lain
anak, jenis kelamin anak, ekonomis, status sosial dan lain-lain.
2.2.4.
Perkawinan
Eugenis
Perkawinan
eugenis adalah perkawinan untuk memperbaiki keturunan.Suatu bentuk perkawinan
untuk perkawinan untuk memperbaiki/memuliakan ras.
2.3.
Alasan/motivasi perkawinan
2.3.1.
Distimulus oleh dorongan-dorongan romantis(kebutuhan biologis)
sebenarnya sejak lahir manusia sudah memiliki kebutuhan (dorongan) biologis, yang dimulai dari kebutuhan seks oral saat bayi mengisap puting susu ibunya. seiring pertambahan usia, kebutuhan biologis seksual manusia terus mengalami perubahan. secara alami hal ini bisa saja terjadi pada setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan. pada pria terjadi saat testis sudah mampu memproduksi sperma dan pada wanita terjadi pada saat kandungannya sudah mampu memproduksi sel telur. libido yang muncul secara alami perlu memdapat penyaluran yang sehat melalui suatu perkawinan.
sebenarnya sejak lahir manusia sudah memiliki kebutuhan (dorongan) biologis, yang dimulai dari kebutuhan seks oral saat bayi mengisap puting susu ibunya. seiring pertambahan usia, kebutuhan biologis seksual manusia terus mengalami perubahan. secara alami hal ini bisa saja terjadi pada setiap orang, baik laki-laki maupun perempuan. pada pria terjadi saat testis sudah mampu memproduksi sperma dan pada wanita terjadi pada saat kandungannya sudah mampu memproduksi sel telur. libido yang muncul secara alami perlu memdapat penyaluran yang sehat melalui suatu perkawinan.
2.3.2.
Ambisi untuk
mencapai status sosial tinggi;
2.3.3.
Keinginan
untuk mendapatkan jaminan/asuransi hidup di masa tua;
2.3.4.
Keinginan
untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan pasangannya.
2.3.5.
Hasrat untuk
melepaskan diri dari belenggu atau kungkungan orang tua/keluarga;
2.3.6.
Dorongan
cinta terhadap anak dan ingin mempunyai anak;
2.3.7.
Keinginan
untuk mengabadikan nama leluhur;
2.4.
Kesulitan-kesulitan dalam penyesuaian perkawinan

Dalam
penyesuain ini yang paling baik adalah kesanggupan dan kemampuan sang suami dan
istri untuk berhubungan dengan mesra dan saling memberi dan menerima cinta.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
terhadap pasangan :
- Konsep pasangan yang ideal
- Pemenuhan kebutuhan
- Kesamaan latar belakang
- Minat dan kepentingan
bersama
- Keserupaan nilai
- Konsep
- Penyesuaian Seksual
Masalah ini
merupakan salah satu masalah yang paling sulit dalam perkawinan dan salah satu
penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan perkawinan
apabila kesepakatan ini tidak dapat dicapai dalam kepuasan.
2.4.1.
Persiapan
yang terbatas untuk perkawinan
Walaupun dalam kenyataan sekarang, penyesuaian seksual lebih mudah karena
banyak informasi tentang seks yang tersedia.Akan tetapi kebanyakan pasangan
suami istri hanya menerima sedikit persiapan dibidang keterampilan domestik,
mengasuh anak, dan manajemen umum.
2.4.2.
Peran dalam
perkawinan
Perubahan peran dan konsep yang berbeda yang dianut kelas sosial dan
sekelompok religius yang berbeda, membuat penyesuaian dalam perkawinan semakin
sulit.
2.4.3.
Kawin
Muda
Perkawinan bagi usia muda membuat mereka tidak mempunyai kesempatan untuk
mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang belum kawin atau
orang-orang yang telah mandiri sebelum kawin. Hal ini mengakibatkan sikap iri
hati dan menjadi halangan bagi penyesuaian perkawinan.
2.4.4.
Konsep yang
tidak realistis tentang perkawinan
Konsep yang tidak realistis cenderung terjadi pada orang dewasa yang
bekerja di sekolah ataupun perguruan tinggi, dengan sedikit pengalaman
kerja.Tentang makna perkawinan berkenaan dengan pekerjaan, pembelanjaan uang
atau perubahan dalam pola hidup.Pendekatan yang tidak realistis ini menuju ke
arah kesulitan penyesuaian yang serius yang sering diakhiri dengan
perceraian.
2.4.5.
Perkawinan
Campur
Penyesuaian terhadap kedudukan sebagai orang tua dan dengan para saudara
dari pihak isteri dan sebaliknya jauh lebih sulit dalam perkawinan antar agama
daripada jika kedua berasal dari latar belakang budaya yang sama.
2.4.6.
Pacaran yang
dipersingkat
Lama pacaran pada masa sekarang lebih singkat ketimbang pada masa dahulu,
dan karena itu pasangan hanya memiliki sedikit waktu untuk memecahkan masalah
tentang penyesuaian sebelum mereka menikah. melangsungkan perkawinan.
2.4.7. Konsep Perkawinan yang Romantis
Banyak orang dewasa yang mempunyai,konsep perkawinan yang romantis yang
berkembang pada masa remaja.Harapan yang berlebihan tentang tujuan dan hasil
perkawinan sering membawa kekecewaan yang menambah kesulitan penyesuaian
terhadap tugas dan tanggung jawab perkawinan.
2.4.8.
Kurangnya
identitas
Apabila seseorang merasa bahwa keluarga,teman dan rekannya memperlakukannya
sebagai “suami jane” atau apabila wanita merasa bahwa kelompok sosial
menganggap dirinya hanya sebagai “ibu rumah tangga”, walaupun dia seorang
wanita karir yang berhasil, ia bisa saja kehilangan identitas diri sebagai
individu yang sangat dijunjung dan dinilai tinggi sebelum perkawinan.
2.5.
Gangguan psikologi pada perkawinan
Pada saat perkawinan terdapat banyak sekali gangguan-gangguan terutama
dari segi gangguan psikologis, gangguan tersebut diantaranya adalah:
2.5.1. Ketegangan dan kecemasan pada saat perkawinan
2.5.2. Kejenuhan dalam perkawinan terjadi karena seseorang cenderung melakukan
rutinitas yang sama.
2.5.3. Ketidak puasan terhadap pasangannya
2.5.4. Merasa aktivitasnya terbatasi oleh perkawinan sehingga akan menimbulkan
perasaan tertekan.
Menurut Whiteman, Verghese, dan Petersen (1996) ada beberapa hal yang
harus dipahami pasangan suami-istri agar mereka dapat mengelola hubungan mereka
dengan baik, bahkan ketika mereka mengalami stres.
2.5.5. Perbedaan latar belakang
Perbedaan latar belakang dapat menimbulkan konflik dalam hubungan
perkawinan.Misalnya seorang suami yang berharap istrinya tinggal dirumah dan
memasak sendiri karena ibunya dulu melakukan hal itu, sementara istri tetap
ingin berkarier karena ibunya dulu juga demikian.Perbedaan tersebut dapat
menimbulkan masalah jika keduanya tidak berkompromi dengan kepala dingin.
2.5.6. Perbedaan gaya atau sifat
Pasangan suami dan istri perlu memahami gaya dan sifat masing-masing
serta belajar menerima. Adanya usaha mengubah sifat pasangan justru akan
menimbulkan perlawanan dari pasangan dan tentunya dapat memperberat stres dalam
hubungan mereka.
2.5.7. Perbedaan harapan/impian
Kita menyimpan banyak energi mental dan emosional pada harapan kita, kita
harus bisa menyesuaikan satu sama lain, mencari titik temu dari perbedaan harapan
karena ini merupakan bagian konflik lain dalam perkawinan.
2.5.8. Kekecewaan
Ketika kita menikah dan kemudian pasangan kita berubah, hal tersebut
dapat menyenangkan, tetapi bisa juga mengecewakan kita. Sebelum menikah, pasangan hanya menampilkan sisi-sisi positifnya saja,
tetapi begitu pesta usai mereka kembali pada sisi aslinya.Ini semua dapat
menimbulkan kekecewaan bagi pasangan.
2.5.9. Perebutan kuasa
Perebutan kuasa tidak selalu buruk bila pasangan melakukan pertukaran
pendapat yang berbeda secara adil dan tidak menimbulkan rasa kalah yang
mendalam pada pasangan.Apakah pertukaran yang terjadi sesuai atau tidak dengan
harapan pasangan, tetap ada potensi untuk
munculnya stres.Hubungan terbaik adalah bukannya tak ada konflik, tetapi
bagaimana kita dapat
mengelola konflik secara baik.
2.5.10. Kekhawatiran kehilangan pasangan
Kecurigaan seorang isrtri yang cemas suaminya tidak perhatian lagi akan
membuat suami semakin menjauh dan membuat istri makin panik merasa putus asa.
Semua ini merupakan bagian dari stres yang biasanya muncul dari dalam
diri.Tidak tampil dalam bentuk pertengkaran, tetapi mengganggu perasaan setiap
pasangan perkawinan.Menghadapi berbagai aspek stres interpersonal ini penting
bagi pasangan untuk terus mengupayakan komunikasi terbuka dan efektif.
2.6.
Cara mengatasi
kesulitan dalam perkawinan
2.6.1. Menghadapi kenyataan
Suami isteri perlu menghadapi kenyataan hidup dari semua yang terungkap
dan tersingkap.
2.6.2. Penyesuian timbal balik perlu usaha terus menerus dengan saling
memperhatikan, saling mengungkapkan dengan tulus, menunjukkan pengertian,
penghargaan dan saling memberi dukungan serta semangat.
2.6.3. Menciptakan suasana baik yang dilatarbelakangi oleh pikiran-pikiran,
perbuatan dan tindakan yang penuh kasih sayang.
2.6.4. Komunikasi yang baik dengan membina dan memelihara komunikasi di dalam
keluarga dan dengan masyarakat di luar keluarga.
Kriteria Keberhasilan
Penyesuaian Perkawinan
3.
Kebahagiaan suami-istri
4.
Hubungan yang baik antara orang tua dan anak
5.
Penyesuaian yang baik dari anak-anak
6.
Kemampuan untuk memperoleh kepuasan dari perbedaan
pendapat
7.
Kebersamaan
8.
Penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan
9.
Penyesuaian yang baik dari pihak keluarga pasangan
9.5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian seksual
9.5.1.
Perilaku terhadap Seks
Sikap terhadap
seks sangat dipengaruhi oleh cara laki-laki dan perempuan menerima informasi
seks selama masa anak-anak dan remaja.Sekali perilaku yang tidak menyenangkan
dikembangkan maka akan sulit sekali untuk dihilangkan.
9.5.2.
Pengalaman Seks Masa Lalu
Cara orang
dewasa dan temen sebaya bereaksi terhadap masturbasi,petting dan hubungan suami
isteri sebelum menikah,ketika mereka masih muda dan cara laki-laki dan
perempuan merasakan itu sangat mempengaruhi perilaku mereka terhadap
seks.Apabila pengalaman awal seorang perempuan tentang petting tidak
meyenanagkan.hal ini akan mewarnai sikapnya terhadap seks.
9.5.3.
Dorongan Seksual
Dorongan
seksual berkembang lebih awal pada laki-laki daripada perempuan cenderung tetap
demikian,sedangkan pada perempuan timbul secara periodik dan turun naik selama
siklus menstruasi.Variasi ini mempengaruhi minat dan kenikmatan akan seks yang
kemudian akan mempengaruhi penyesuaian seksual.
9.5.4.
Pengalaman Seks Marital Awal
Kepercayaan
bahwa hubungan seksual menimbulkan keadaan ekstasi yang tidak sejajar dengan
pengalaman lain.Hal ini menyebabakan banyak orang dewasa muda merasa begitu
pahit dan susah sehingga penyesuaian seksual sulit atau tidak mungkin
dilakukan.
9.5.5.
Sikap Terhadap Penggunaan Alat
Kontrasepsi
Konflik dan
ketegangan akan lebih sedikit terjadi jika suami atau isteri setuju menggunakan
alat pencegah kehamilan,dibandingkan jika antara keduanya mempunyai sikap yang
berbeda tentang alat kontrasepsi.
9.5.6.
Efek Vasektomi
Apabila
seseorang menjalani operasi vasektomi maka akan hilang ketakutannya akan kehamilan
yang tidak diinginkan.Vasektomi mempunyai efek yang positif bagi perempuan
tentang penyesuaian seksual,tetapi membuat laki-laki mempertanyakan
kelelakiannya.
9.6.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dengan pihak
keluarga pasangan
9.6.1.
einginan untuk mandiri
Orang yang
menikah muda cenderung menolak berbagai saran dan petunjuk dari orang tua
mereka,walaupun mereka menerima bantuan keuangan, dan khususnya mereka menolak
campur tangan dari keluarga pasangannya.
9.6.2.
Keluargaisme
Penyesuaian
dalam perkawinan akan lebih pelik apabila salah satu pasangan tersebut
menggunakan waktu lebih banyak untuk keluarga dari pada yang mereka sendiri
inginkan.
2.9.
Konseling
perkawinan
2.9.1.
Tujuan Konseling Perkawinan
Konseling
perkawinan dilaksanakan tidak bermaksud untuk mempertahankan suatu
keluarga.Konselor berpandangan bahwa dirinya tidak memiliki hak untuk
memutuskan cerai atau tidak sebagai solusi terhadap masalah yang dihadapi
pasangan.Konseling perkawinan dimaksudkakan membantu klien untuk mengaktualkan
diri yang menjadi perhatian pribadi.
2.9.2. Tipe-tipe
Konseling Perkawinan

Konseling dilakukan secara
terpisah.metode ini digunakan bila salah seorang partner memiliki masalah
psikis tertentu untuk dipecahkan tersendiri selain juga mengatasi masalah yang
berhubungan dengan pasangannya.

Setiap partner secara individual menjumpai konselor yang berbeda.

Suami isteri datang bersama-sama ke seorang atau beberapa orang konselor.

Beberapa pasangan secara bersama-sama datang ke seseorang atau beberapa prang konselor.
2.9.3. Peran Konselor





Upaya
yang dilakukan bidan dalam mengupayakan penyelasaian konflik perkawinan yang
terjadi yaitu :
- Bidan sebagai penyuluh dan
pemberi motivasi. Jika ada masalah sekecil apapun yang terjadi dalam rumah
tangga harus dikomunikasikan antara pasangan sehingga tidak terjadi
kesalah pahaman yang mengganggu keutuhan rumah tangga.
- Mempersiapkan kedua belah
pihak untuk menjadi orangtua dengan memberikan kasih sayang keperawatan
dan pendidikan yang terbaik.
- Jika sebelum menikah belum
di imunisasi TT, sebaiknya segera oimunisasi TT agar anaknya nanti tidak
terkena penyakit tetanus.
- Sebaiknya pasangan yang
sudah mempunyai satu anak, sebaiknya melakukan KB untuk mengatur jarak
kelahiran.
- Tetap memberika pelayanan
tanpa pandang status dari perkawinannya apabila klien di wilayahnya
tersebut diberi motivasi UU Perkawinan belum bisa menerima.
STUDI KASUS:
Seorang
wanita melakukan pernikahan sirih dengan seorang pengusaha yang sudah memiliki
istri dan anak, pertemuan keduanya cukup singkat dan mereka langsung melakukan
perkawinan, dlm kondisi tersebut perempuan tidak mengetahui status sebenarnya
dari laki-laki tersebut. Istri sah suami belum mengetahui perkawinan yang
dilakukan suaminya, saat awal perkawinannya pasangan tersebut tidak mempunyai
konflik serius, tiba saat wanita tersebut tengah mengandung usia kehamilannya
yang memasuki 4 minggu, istri sah dari laki-laki tersebut mengetahui perkawinan
sirih yang dilakukan suaminya, lalu pada akhirnya laki-laki itu memilih untuk
meninggalkan istri sirihnya. Perempuan tersebut sangat terpukul dan mencari
kejelasan statusnya atau pengakuan dari pihak laki-laki, dengan kondisi dimana
perempuan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum pada status perkawinannya,
alhasil sangat berdampak pada tekanan mental yg dihadapi, sampai suatu ketika
dia datang bersama ibunya ke tempat bidan untuk melakukan pengguguran kandungan.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan diperlukan persiapan
fisik dan mental untuk melaksanakannya.
3.2.
Saran
Dalam hal ini diperlukan peran bidan
dalam mengupayakan penyelesaian konflik perkawinan yang terjadi. Dalam
memberikan pelayanan maupun penyuluhan akan masalah perkawinan, bidan sebaiknya
tidak membeda-bedakan status sosial, pendidikan, ekonomi kliennya sehingga
semua masalah perkawinan dapat terselesaikan dan tidak mengakibatkan
peningkatan angka perceraian.
Artikel yang bermanfaat jangan lupa kunjungan baliknya
BalasHapusdalil tentang seni musik dalil yang menghalalkan musik hadits yang menghalalkan musik
teori masuknya islam ke nusantara apa bukti adanya islam di nusantara jalur masuknya islam ke indonesia
fatwa mui tentang musik hadits yang menghalalkan musik hukum musik dalam islam salaf hukum bermain gitar dalam islam
musik menurut 4 madzhab dalil tentang seni musik dalil yang menghalalkan musik hadits yang menghalalkan musik
hukum musik dalam islam beserta dalilnya dalil tentang musik hadits yang menghalalkan musik fatwa mui tentang musik hukum musik menurut imam syafi'i ayat alquran tentang musik hukum musik dalam islam salaf dalil yang menghalalkan musik
hukum musik menurut imam syafi'i
indonesia dimata dunia sejarah islam di indonesia lengkap sejarah penyebaran agama islam diindonesia sejarah perkembangan islam diindonesia perkembangan islam diindonesia secara singkat madzhab yg dipakai diindonesia pengertian mazhab syafi'i
tujuan menikah secara umum arti menikah tujuan menikah dalam al quran tujuan utama menikah menikah antara keinginan 5 rukun nikah dasar hukum nikah syarat pernikahan dalam islam pengertian nikah dalam islam
nicee
BalasHapus👍mantap artikelnya mba
BalasHapus